Sarana upacara adalah upakara. Di
Bali upakara dipopulerkan dengan istilah banten, sedangkan di India, upakara
disebut wedya. Istilah wedya sebenarnya juga terdapat di dalam pustaka agama
Hindu di Bali yang juga berarti banten. Upakara atau banten merupakan
perwujudan dan ajaran bhakti marga dan karma marga.
Kata upakara terdiri atas dua kata
yaitu upa yang berarti sekeliling atau sesuatu yang berhubungan dengan, dan
kara artinya tangan. Jadi upakara berarti segala sesuatu yang dibuat oleh
tangan, dengan lain perkataan suatu sarana persembahan yang berasal dan jerih
payah bekerja.
Banten juga disebut wali. Maka
upacara Dewa yadnya disebut juga pujawali. Kata wali mengandung pengertian:
wali berarti wakil dan wali berarti kembali. Wali yang berarti wakil mengandung
makna simbolis filosofis bahwa banten itu merupakan wakil daripada isi alam
semesta yang diciptakan oleh Sang Hyang Widhi. Wali yang berarti kembali
mengandung makna bahwa segala yang ada di alam semesta ini yang diciptakan oleh
Sang Hyang Widhi dipersembahkan kembali oleh manusia kepadaNya sebgai
pernyataan rasa terimakasih. Banten juga berarti bali. Bali dalam bahasa
Sansekerta berarti persembahan kepada bhuta, sehingga bhuta yadnya disebut
sebagai bali harana atau bali karmana.
Banten memiliki banyak jenis dan
bentuk serta bermacam-macam bahan. Secara sepintas banten kelihatannya unik dan
rumit. Namun apabila diselidiki secara mendalam akan dapat dipahami bahwa
banten mengandung arti simbolik dan filosofis yang tinggi serta terpadu dengan
seni rupadanseniriasyangmengagumkan.
Faktor seni dalam banten mempunyai
arti penting karena dapat menuntun fikiran yang penuh rasa bahagia dalam menuju
Hyang Widhi. Oleh karena itu faktor seni dalam keagamaan adalah positif karena
berperan sebagai penunjang pelaksnaan upacara agania untuk memekarkan rasa
serta meningkatkan kemantapan perasaan.
Meskipun bahan banten terdiri dan
bermacam-macam, namun prinsipnya bahan banten itu terdiri dari unsur isi alam,
yaitu:
1. Mataya, adalah bahan banten
yang berasal dari sesuatu yang tumbuh atau tumbuh-tumbuhan seperti daun, bunga,
buah dan sebagainya.
2. Maharya, adalah bahan banten yang berasal dari sesuatu yang lahir, diwakili oleh binatang-binatang tertentu seperti kerbau, kambing, sapi dan sebagainya.
3. Mantiga, adalah bahan banten yang berasal dari yang lahir dari telor, termasuk telor itu sendiri seperti ayam, itik, angsa, telor ayam, telor itik, telor angsa dan sebagainya.
4. Logam atau datu seperti perak, tembaga, besi, mas, timah (panca datu).
5. Air atau cairan. Ada lima macam cairan atau air yang dipakai banten yaitu:
a. Air yang berasal dari jasad atau sarira, diwakili dengan empehan atau susu.
b. Air yang berasal dari buah-buahan, diwakili dengan berem.
c. Air yang berasal dari uap atau kukus diwakili dengan arak.
d. Air yang berasal dari sari bunga diwakili dengan madu
e. Air yang berasal dari tanah atau bumi diwakili oleh air hening. Kelima zat cair ini disebut panca amerta.
2. Maharya, adalah bahan banten yang berasal dari sesuatu yang lahir, diwakili oleh binatang-binatang tertentu seperti kerbau, kambing, sapi dan sebagainya.
3. Mantiga, adalah bahan banten yang berasal dari yang lahir dari telor, termasuk telor itu sendiri seperti ayam, itik, angsa, telor ayam, telor itik, telor angsa dan sebagainya.
4. Logam atau datu seperti perak, tembaga, besi, mas, timah (panca datu).
5. Air atau cairan. Ada lima macam cairan atau air yang dipakai banten yaitu:
a. Air yang berasal dari jasad atau sarira, diwakili dengan empehan atau susu.
b. Air yang berasal dari buah-buahan, diwakili dengan berem.
c. Air yang berasal dari uap atau kukus diwakili dengan arak.
d. Air yang berasal dari sari bunga diwakili dengan madu
e. Air yang berasal dari tanah atau bumi diwakili oleh air hening. Kelima zat cair ini disebut panca amerta.
6. Api dalam wujud dupa dan
dipa
7. Angin dalam wujud asap yang harum
7. Angin dalam wujud asap yang harum
Inilah isi dalam ciptaan Ida Sang
Hyang Widhi yang dipersembahkan kembali kepada Beliau.
Ajaran agama Hindu meliputi sesuatu yang lahiriah dan batiniah serta dapat dilaksanakan secara individual dan kolektif. Sifat ajarannya adalah luwes dan elastis. Keluwesannya dinyatakan dengan istilah desa, kala, patra yang artinya agama Hindu dapat dilaksanakan menurut tempat waktu dan keadaan. Sifat elastis memberikan peluang pelaksanaan agama Hindu menyesuaikan diri dengan peningkatan teknologi kemajuan ilmu pengetahuan dan kemajuan jaman serta situasi ekonomi dan zaman ke zaman. Adanya sifat luwes dan elastis itu karena Weda sebagai sumber ajaran agama Hindu bersifat mengatasi ruang dan waktu.
Ajaran agama Hindu meliputi sesuatu yang lahiriah dan batiniah serta dapat dilaksanakan secara individual dan kolektif. Sifat ajarannya adalah luwes dan elastis. Keluwesannya dinyatakan dengan istilah desa, kala, patra yang artinya agama Hindu dapat dilaksanakan menurut tempat waktu dan keadaan. Sifat elastis memberikan peluang pelaksanaan agama Hindu menyesuaikan diri dengan peningkatan teknologi kemajuan ilmu pengetahuan dan kemajuan jaman serta situasi ekonomi dan zaman ke zaman. Adanya sifat luwes dan elastis itu karena Weda sebagai sumber ajaran agama Hindu bersifat mengatasi ruang dan waktu.
Di dalam kaitannya dengan upakara
dan upacara agama Hindu, sifat luwes dan elastis itu selain berlandaskan desa,
kala dan patra, namun juga dapat dilaksanakan menurut tingkatan kanista, madya
dan utama. Kanista berarti sesuatu yang menjadi prinsip di dalam upacara dan
upakara itu yang harus ada. Madya adalah pengembangan dari prinsip tersebut
sehingga menjadi lebih besar dari kanista. Utama adalah pengembangan dan
penambahan dari madya sehingga tampak menjadi lebih besar dari tingkatan madya.
Apabila yang prinsip dilaksanakan, maka upacara dan upakara itu sudah benar
menurut ajaran agama Hindu. Apabila melaksanakan yang madya atau utama tetapi
tidak memperhatikan yang prinsip itu, maka upacara dan upakara itu tidak
mengenai sasaran yang dituju.
Ada tiga hal yang seimbang di dalam
melakukan upacara atau yadnya yaitu: Upacara, upakara dan pujamantra yang
digunakan oleh Pedanda dalam memimpin upacara. Apabila ketiganya tidak
seimbang, maka akan terjadilah ketimpangan dalam pelaksanaan upacara agama.
Selain itu harus diciptakan kemanunggalan trimanggalaning yadnya yaitu : orang
yang beryadnya, wiku tapini atau tukang banten dan Pedanda yang muput upacara
tersebut.
Seni budaya merupakan penunjang
sarana upacara. Berbagai kesenian berperan dalam menurijang upacara seperti :
seni rias yang dipancarkan oleh bentuk banten, seni suara berupa kidung kakawin
atau lagu-lagu pujaan, seni tari berupa seni sakral dan seni wali, seni tabuh
berupa gamelan, serta aturan busana upacara agama. Dengan adanyan seni budaya
yang menunjang upakara dan upacara maka upacara tersebut menjadi begitu meriah
dan memberikan rasa bahagia. Seni budaya tersebut sesungguhnya bukan seni
melulu, melainkan suatu seni yang mengandung makna simbolis tertentu dan
membungkus ajaran tattwa agama.
Hadirnya banten dalam tradisi Hindu di Bali sesungguhnya melewati perjalanan sejarah yang panjang. Di dalam kitab Yajur Weda dapat diketahui adanya persembahan yang dihaturkan kepada Dewa sebagai manifestasi dan Brahman berupa gandam, ksatam, puspam, dupam, dipam, toyam, gretam dan soma. Sesuai dengan namanya sendiri bahwa Yajur Weda artinya pengetahuan yang digunakan untuk persembahan. Materi persembahan dalam Yajur Weda tersebut kita lihat sekarang dalam bentuk tetandingan banten. Memang dalam kitab Yajur Weda belum disebutkan binatang sebagai persembahan.
Hadirnya banten dalam tradisi Hindu di Bali sesungguhnya melewati perjalanan sejarah yang panjang. Di dalam kitab Yajur Weda dapat diketahui adanya persembahan yang dihaturkan kepada Dewa sebagai manifestasi dan Brahman berupa gandam, ksatam, puspam, dupam, dipam, toyam, gretam dan soma. Sesuai dengan namanya sendiri bahwa Yajur Weda artinya pengetahuan yang digunakan untuk persembahan. Materi persembahan dalam Yajur Weda tersebut kita lihat sekarang dalam bentuk tetandingan banten. Memang dalam kitab Yajur Weda belum disebutkan binatang sebagai persembahan.
Selanjutnya apabila kita mendalami
konsepsi tantrayana yang juga berpengruh di Bali kita mengetahui adanya konsep
panca tattwa terdiri atas matsya, mamsa, madhya, maithuna dan mudra. Matsya
yaitu ikan, mamsa adalah daging, madhya adalah minuman, maithuna adalah
penyatuan pikiran atau samyoga, dan mudra adalah sikap tangan yang mengandung
kekuatan gaib. Ajaran tantra adalah ajaran yang sangat kompleks serta dalam.
Pada intinya tantrayana mengajarkan suatu keharmonisan antara sekala dengan
niskala atau wahya dan dhyatmika.
Di samping ajaran Weda dan Tantrayana, alam pikiran lokal juga melandasi adanya banten yang dikemas dalam simbol-simbol pengharapan manusia terhadap sesuatu. Hal ini sangat tampak dalam upacara pitra yadnya, manusa yadnya dan bhuta yadnya. Alam pikiran lokal itu ditunjang oleh berbagai kreasi imat Hindu setempat sebagai perwujudan rasa indah dalam memuja Hyang Widhi dan para arwah leluhur. Konsepsi Weda, tantrayana yang berasal dan India serta alam pikiran lokal sebagai budava ash Indonesia, ketiganya terpadu dan luluh secara harmonis menjadi satu yang diwujudkan dalam bentuk-bentuk banten sekarang. Itulah sebabnya banten di Bali memancarkan nilai keindahan penuh makna simbolis dan sangat unik. Sistem seperti itu meresapi pula kehidupan sosial budaya dan agama Hindu di Bali sehingga menciptakan suatu tatanan kehidupan masyarakat umat Hindu yang mencakup tata kemasyarakatan dan tata keagamaan.
Di samping ajaran Weda dan Tantrayana, alam pikiran lokal juga melandasi adanya banten yang dikemas dalam simbol-simbol pengharapan manusia terhadap sesuatu. Hal ini sangat tampak dalam upacara pitra yadnya, manusa yadnya dan bhuta yadnya. Alam pikiran lokal itu ditunjang oleh berbagai kreasi imat Hindu setempat sebagai perwujudan rasa indah dalam memuja Hyang Widhi dan para arwah leluhur. Konsepsi Weda, tantrayana yang berasal dan India serta alam pikiran lokal sebagai budava ash Indonesia, ketiganya terpadu dan luluh secara harmonis menjadi satu yang diwujudkan dalam bentuk-bentuk banten sekarang. Itulah sebabnya banten di Bali memancarkan nilai keindahan penuh makna simbolis dan sangat unik. Sistem seperti itu meresapi pula kehidupan sosial budaya dan agama Hindu di Bali sehingga menciptakan suatu tatanan kehidupan masyarakat umat Hindu yang mencakup tata kemasyarakatan dan tata keagamaan.
Ketika banten disusun sedemikian
rupa menjadilah ia sebuah candi banten, sekaligus sebagai sebuah persembahan.
Candi banten adalah tempat mensthanakan Tuhan Yang Maha Suci, sehingga banten
benar-benar dijaga kesuciannya. Bahan-bahan terpilih tidak saja bersih tapi
juga suci atau sukia. Demikian juga halnya dengan proses pembuatannya. Umat
Hindu khususnya kalangan wanita mempraktekkan ajaran yoga dengan pemusatan
pikiran dalam membuat banten. Jadi banten dibuat tidak saja dengan proses
kreatif tetapi juga dengan proses yoga dengan mengutamakan nilai-nilai
kesucian. Ada pernusatan pikiran disini, dengan menggerakkan jan- jemani
bagaikan sedang berjapa. Seperti itulah para tukang banten dan para wiku tapini
melakukan aktifitas penuh makna kesucian, membuat banten dalam posisi bajra
asana atau padma asana memusatkan pikiran kepada Sang Pencipta.
Man kita berusaha mewujudkan bhakti yoga marga
dan karma yoga marga sekaligus dengan jnana yoga marga dan raja yoga marga
dalarn proses membuat banten, dalam suasana yang hening, heneng dan suci.
Semoga dengan demikian Ida Hyang Widhi rang Maha Suci menganugrahi kita
kesucian pikiran dan kerahayuan dalam hidup ini
MARI BELAJAR SEDIKIT DEMI SEDIKIT
ReplyDeletePragmatic Play | Casino, Slots, Poker, Table Games
ReplyDeletePragmatic Play 울산광역 출장안마 is a 안동 출장샵 leading 원주 출장마사지 content provider to 보령 출장안마 the 남원 출장샵 iGaming industry, offering innovative, regulated and mobile-focused gaming products.