Berikut
sejarah Arya Kepakisan ( Arya Nyuh Aya ) dan pura kawitan Arya
Kepakisan yang di sarikan dari beberapa sumber. Setelah Raja Bali yang
bergelar Gajah Waktra di Bedahulu,
atau disebut juga Sri Astha Sura Ratna Bhumi Banten dapat dikalahkan
oleh
Mahapatih Gajah Mada pada tahun 1343 M, maka Gajah Mada menempatkan para
arya
yang mengiringi beliau di Bali. Patih Kerajaan Bedahulu Ki Pasung Grigis
tidak
dibunuh dan sebagai imbalannya maka Ki Pasung Grigis diperintahkan untuk
menyerang Raja Sumbawa, Dedela Natha. Keduanya terbunuh, karena keduanya
mempunyai kesaktian yang seimbang.
Setelah Bali ditaklukkan ternyata masih terjadi
pemberontakan dimana-mana akibat ketidakpuasan dari penduduk Bali Aga terhadap
pemerintahan para arya yang ditugaskan di Bali. Atas pemikiran Gajah Mada
maka Arya Kepakisan datang ke Bali pada 1352 M diutus oleh raja
Majapahit mengiringi Dalem Sri Kresna Kepakisan, untuk memadamkan
pemberontakan di 39 desa Bali Aga. Satu persatu desa Bali Aga yang memberontak
dapat ditaklukkan. Setelah berhasil beliau diangkat sebagai patih agung
kerajaan, mendampingi Dalem Sri Kresna
Kepakisan, sebagai raja Samprangan I. Dalem Sri Kresna Kepakisan
berstana (tempat tinggal) di Samprangan. Sedangkan Arya Kepakisan menuju
tenggara dan tiba disebuah tempat. Di tempat itu Beliau menemukan sebuah Kelapa
Besar (Nyuh Aya). Di tempat itulah dipilih sebagai tempat tinggal
yang kemudian diberi nama dengan DESA NYUH AYA, untuk mengenang ditemukannya
Kelapa Besar (Nyuh Aya). Tempat itupun diberi tanda/cihna/ciri dengan Taru
Agung atau disebut juga Taru Rangsana, dimana di Jawa Timur banyak dijumpai
sebagai pohon yang disebut pohon angsana (Pterocarpus indicus). Taru
Agung tersebut mempunyai keunikan karena getahnya berwarna Merah Darah,
seperti darah manusia. Karena keunikan itulah Taru Agung tersebut dipilih
sebagai tanda/cihna/ciri, yang dibawa dari Desa Pakis asal Arya Kepakisan. Taru
Agung atau disebut juga Taru Rangsana tersebut hingga kini masih bisa dijumpai
dan tumbuh subur di Jaba Pura Kawitan Arya Kepakisan (Arya Nyuh Aya). Disinilah didirikan Merajan oleh Arya Kepakisan
(Arya Nyuh Aya), dan kemudian menjadi PURA KAWITAN setelah Beliau moksa dan
bersthana di Pura Kawitan Arya Kepakisan (Arya Nyuh Aya) sekarang.
Beberapa sumber yang ada selalu menyatakan Arya Kepakisan
yang mendampingi Dalem Sri Kresna Kepakisan pada saat tinggal di Bali bertempat
tinggal di Desa Nyuh Aya. Beberapa sumber itu menyatakan :
“Dalem Sri Kresna Kepakisan berasal dari keturunan
Brahmana, dijadikan Kesatria oleh Baginda Raja Majapahit dan Patih Gajah Mada.
Beliau diiringi Arya Kepakisan yang ditunjuk sebagai Patih Agung. Demikianlah
adanya sebutan Kepakisan pada kedua nama Beliau yang berasal dari Desa Pakis.
Beliau dikukuhkan sebagai Raja dan Mahapatih di Bali karena memang keturunan
Ksatria baru yang sebagai penguasa Bali. Itulah dijuluki dengan gelar Kresna Kepakisan.
Demikian halnya Arya Kepakisan sebagai Patih Agung hingga kelak keturunan
menjabat sebagai Perdana Menteri dan Sekretaris Kerajaan. Selanjutnya Dalem Sri
Kresna Kepakisan bersthana di Samprangan dan Patih Baginda di Nyuhaya,
Sehingga terkenal dengan sebutan I Gusti Nyuhaya di masyarakat”
(Babad Dalem oleh Drs. Ida Bagus Rai Putra).
Sebuah rangkuman tulisan menyatakan “Pada tahun 1357 Arya
Kresna Kepakisan dikirim ke Bali oleh Mahapatih Gajah Mada memimpin pasukan
bantuan Majapahit untuk memadamkan pemberontakan 39 desa Baliaga. Setelah
berhasil beliau diangkat sebagai patih agung kerajaan Samprangan, mendampingi
Sri Aji Kresna Kepakisan, raja Samprangan I. Beliau tinggal di Puri Nyuh Aya,
karenanya beliau disebut juga Pangeran Nyuh Aya atau Ida Dewa Nyuh Aya” (Sumber
Babad Bali oleh Yayasan Bali Galang, Denpasar)
Sebuah buku yang bahannya dikumpulkan oleh I Gusti Agung
Gede Rai Manguwangsa, dari Puri Kaleran Selat-Sangeh, Abiansemal-Badung
sangat jelas diulas tentang Arya Kepakisan. Dalam buku tersebut tertulis ”Kesuen-suen
sesampune para arya tedun ring Bali, wenten pebalik (pembrontak) ring
desa-desa. Ida Bethara Arya Kepakisan sane keutus Sri Aji Majapahit,
nampih Ida Dalem Ktut Sri Kresna Kepakisan ring Bali, pinaka Patih Agung. Ida
kairing olih wesya tiga sanak minekadi : Si Tan Kaur, Si Tan Kober, Si Tan
Mundur, maka pamucuk ngrejek para pebalik saking kulon ngantos ke wetan
desa-desa : Kedampal, Bonyoh, Belong, Ban, Datah. Setedune ring Bali,
pengawit Ida mapuri ring Nyuhaya. Nika mawinan Ida mapesengan Pangeran
Nyuhaya”.
Pada bait terakhir dari Pamencangah yang tersimpan di
Pura Kawitan Arya Kepakisan (Arya Nyuh Aya) tertulis “Asak aoka Pangeran
Nginte, Pangeran Nginte ngeanis Sira Jaya Keta. Telas brasta wayang
paperangan. Arya Kediri Putrane Jayasabha aputra Arya
Kepakisan, iki ngembatang maring Bali, tekep ira pada. Sane kasentane
kemajelangu, Arya Wang Bang, Arya Kenceng, Arya Delancang, Arya Belog, Arya
Kedutan, malih sira Wang Bang, Tan Kober, Tan Kabur, Tan Mundur, kameokas Arya
Kutawaringin sama angiringang Arya Kepakisan. Malih Arya Kepakisan asentane
Pangeran Nyuh Aya, masentane pepitu, pinih werde Petandakan, Satra, Pelangan,
Akah, Kloping, Cacaran, Anggan. Iki rerajahan Kajang maring Pemerajan
Arya Nyuh Aya”.
Dari Pamencangah tersebut sangat jelas tersurat dan tersirat
bahwa Pemerajan Beliau terdapat di Desa Nyuh Aya, sehingga disebut Pemerajan
Arya Nyuh Aya, yang dimaksud tiada lain adalah Pemerajan Arya Kepakisan
(Arya Nyuh Aya), dan untuk mengenang Desa Nyuh Aya, Putra beliau juga diberi
nama Pangeran Nyuh Aya, karena lahir di Desa Nyuh Aya.
Kalau disimak dari beberapa uraian diatas, maka jelas ketika
pertama kali datang ke Bali Arya Kepakisan menempati sebuah tempat yang diberi
nama Desa Nyuh Aya. Oleh karena demikian Beliau pun bernama Arya
Nyuh Aya.
Berdasarkan dresta yang ada secara turun-temurun, yang
ditemukan hingga kini ada semacam kepercayaan bila menyebut nama asli para
orang tua atau leluhur akan menjadi “Tulah atau Pamali atau
Premada”. Kepercayaan itu diajarkan kepada anak-anak dimaksudkan untuk
selalu berbakti kepada orang tua. Namun ada kelemahan terhadap keadaan semacam
itu, para generasi penerus tidak akan mengenal nama asli orang tuanya. Begitu
juga dengan Ida Bhatara Kawitan Arya Kepakisan, para orang tua di Sidayu
Nyuhaya sangat pantang menyebut nama asli Beliau, sehingga lama kelamaan nama
asli Beliau pun semakin tidak dikenal dikalangan generasi berikutnya dan Beliau
lebih dikenal dengan nama Arya Nyuh Aya. Bahkan sebutan Beliau pun
lebih populer dengan ARYA NYUH AYA.
“Arya Kepakisan atau Arya Nyuh Aya mempunyai dua putra
yaitu Pangeran Nyuh Aya (lahir di Desa Nyuh Aya) dan Pangeran
Made Asak (lahir di Gelgel). Pangeran Nyuh Aya mempunyai
putra 7 orang yaitu Arya Petandakan, Arya Satra, Arya Pelangan, Arya Akah, Arya
Kloping, Arya Cacaran, Arya Anggan dan seorang putri yang bernama Winiayu Adi,
kemudian dipersunting oleh Arya Klapodiayana (Arya Kebon Tubuh) putra
Arya Kutawaringin. Sedangkan Pangeran Made Asak berputra Arya Nginte” sesuai
yang tersurat dan tersirat dalam Pamencangah di Pura Kawitan Arya Kepakisan
(Arya Nyuh Aya).
Tidak berselang lama maka datanglah Arya Kebon Tubuh yang
menyatakan juga telah membunuh Harimau tersebut. Untuk menghindari
kesalahpahaman maka Dalem Sri Semara Kepakisan memberikan anugerah yang sama
kepada Pangeran Nyuh Aya dan Arya Kebon Tubuh. Anugerah itu berupa Piagam yang
berisi catatan hak penghormatan dan penghargaan serta tata cara upakara dan
upacara pelaksanaan semasa masih hidup hingga upacara kematian untuk
turun-temurun.
Selaku penghargaan pula atas jasa Pangeran Nyuh Aya dan Arya
Kebon Tubuh, maka baginda raja Bali memberikan tugas masing-masing antara lain:
kepada Arya Kebon Tubuh, Dalem Sri Smara Kepakisan menyerahkan sebuah pura
Kahyangan “Dalem Tugu”, dan Pangeran Nyuh Aya, berkewajiban menyimpan “Aji
Purana” dengan catatan setiap upacara piodalan di Pura Dalem Tugu harus diusung
ke Dalem Tugu untuk diupacarai. Bila upacara telah selesai, “Aji Purana” itu
disimpan kembali oleh Pangeran Nyuh Aya. Namun karena sesuatu hal, kini Aji
Purana tersebut tidak lagi “katuran” ke Pura Dalem Tugu. Dan Ida Bhatara berupa
“Aji Purana” tersebut tersimpan di Pura Kawitan Arya Kepakisan (Arya Nyuh Aya),
di Banjar Sidayu Nyuhaya, Desa Takmung, Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten
Klungkung.
Selain itu, keturunan Arya Kepakisan (Arya Nyuh Aya) dan
Arya Kubon Tubuh bila meninggal dunia, diaben, boleh menggunakan bade tumpang
pitu, berhiaskan kapas 9 warna, balai silunglung, kajang kawitan, balai lunjuk
tiga undag, petulangan berbentuk harimau hitam (Macan Selem). Benda pusaka yang
dihadiahkan kepada beliau berupa sumpitan (tulup) yang digunakan membunuh
harimau di Blambangan itu. Sumpitan itu bernama Ki Macan Guguh.
Dalam Pamencangah yang tersimpan di Pura Kawitan Arya
Kepakisan (Arya Nyuh Aya) pada kalimat awal tertulis “Mulaning carma ring Bali
Sri Arya Kepakisan, Arya Kediri saking Jayasabha, ari saking Aji Jayabhaya,
saking Erlanggia, Putu Kameswara saking Dharma Wangsa Loang Dantawikrama”.
Pada bait terakhir dari Pamencangah yang tersimpan di Pura
Kawitan Arya Kepakisan (Arya Nyuh Aya) tertulis “Asak aoka Pangeran Nginte,
Pangeran Nginte ngeanis Sira Jaya Keta. Telas brasta wayang paperangan. Arya
Kediri Putrane Jayasabha aputra Arya Kepakisan, iki ngembatang maring Bali,
tekep ira pada. Sane kasentane kemajelangu, Arya Wang Bang, Arya Kenceng, Arya
Delancang, Arya Belog, Arya Kedutan, malih sira Wang Bang, Tan Kober, Tan
Kabur, Tan Mundur, kameokas Arya Kutawaringin sama angiringang Arya Kepakisan.
Malih Arya Kepakisan asentane Pangeran Nyuh Aya, masentane pepitu, pinih werde
Petandakan, Satra, Pelangan, Akah, Kloping, Cacaran, Anggan. Iki rerajahan
Kajang maring Pemerajan Arya Nyuh Aya”.
Dari Pamencangah tersebut sangat jelas tersurat dan tersirat
bahwa Pemerajan Beliau terdapat di Desa Nyuh Aya, sehingga disebut Pemerajan
Arya Nyuh Aya, yang dimaksud tiada lain adalah Pemerajan Arya Kepakisan (Arya
Nyuh Aya), dan untuk mengenang Desa Nyuh Aya, Putra beliau juga diberi nama
Pangeran Nyuh Aya, karena lahir di Desa Nyuh Aya.
Kalau disimak dari beberapa uraian diatas, maka jelas ketika
pertama kali datang ke Bali Arya Kepakisan menempati sebuah tempat yang diberi
nama Desa Nyuh Aya. Oleh karena demikian Beliau pun bernama Arya Nyuh Aya.
Keturunan Arya Kepakisan di Bali sudah cukup banyak
jumlahnya. Untuk menghormati leluhurnya sebagai bekas Raja Kediri, maka
keturunan beliau di Bali telah bersepakat untuk memberikan gelar Sri Nararya
Kresna Kepakisan
Comments